Ternyata Aku Bisa...
Seakan aku tak percaya, gelap telah hampir sirna. Malam beranjak pergi, pagi segera mengganti. Bintang semalam yang berkelip menghiasai langit dengan cahaya peraknya, mengusir kengerian malam, menantang kegelapan, penghilang rasa takut dalam kesendirian.
Bintang tersenyum menyapa,“Sahabatku, kini malammu tak lagi gelap, karena ada cahayaku yang menerangimu, kini takut takkan lagi mencekammu karena ada aku yang akan menemanimu, tapi, maukah kamu bersahabat denganku.”
“Bersahabat denganmu,...tempatmu terlalu tinggi, bisakah aku menggapaimu?” kataku.
Bintang berkata,”Jawab dulu pertanyaanku, mau tidak bersahabat denganku, aku akan menjadi mimpi indah dalam tidurmu, aku akan menjadi melodi yang berirama menyanyikan lagu tentang persahabatan kita.”
“Aku belum yakin bisa, karena aku tak sehebat dirimu yang mampu memancarkan cahaya pesona indah meski gelap menghantammu, sedang aku hanya memantulkan sinarmu yang sempat mengenaiku, tidakkah aku menjadi mendung yang menghalangi sinarmu. Hingga buram diterima bumi."
Bintang seperti terburu-buru, karena disana sudah ada yang menunggu. Bintang berkali-kali memberi ketegasan. Dan aku masih terpekur dalam kebingungan dan keraguan. Mungkinkah...
“Aku tak bisa lama menunggu, selagi malam masih belum sepertiga, aku menantimu untuk segera, dan aku akan menunggu kepastian dan memberikan sinarku yang paling terang menjadi penghias malammu, bunga-bunga dalam lelap tidurmu. Selagi fajar belum mengganti, aku senantiasa di sini, selalu ada bersama. Teman dikala suka, penghibur dikala duka. Akulah penyeka airmatamu sebelum menetes di pipi.” Bintang mencoba meyakinkan.
Setelah waktu berjalan beberapa lama, akhirnya keraguanpun sirna. Bintang tidak sedang bercanda, aku yakin itu...
“Bintang, aku bisa. Aku mau menjadi sahabatmu. Tunggu aku jangan pergi dulu. Aku takut sendirian, malam masih gelap begini mengapa kamu terburu-buru hendak pergi, fajar masih belum mengganti, bintang jangan pergi dulu...” akupun memberi jawaban, yang pertama dan mungkin terakhir.
“Sahabatku, lihatlah di ufuk sana, benang-benang putih telah teranyam menutup lukisan gelapnya. Fajar telah hampir tiba, bukalah matamu, gelap itupun takkan lagi ada, bangun dari tidurmu, bangkit dan berlarilah wujudkan mimpimu, walau aku tak terlihat ada, saat mentari begitu kuat sinarnya, sesungguhnya aku selalu ada, untuk menyertaimu dalam tidur maupun terjagamu. Adalah dirimu wahai sahabatku, mengapa tidak menyampaikan semenjak awal waktu itu, saat senja telah sirna, di kala pintu malam barusan terbuka, disaat itu aku menunggu dan selalu menunggu. Dan kini maafkan aku, bila kau tak lagi bisa melihatku, dikala pagi telah menyapa mengantikan gelap malammu. Akupun tak lagi bisa menghiasimu, aku kecewa atas diammu, yang menjadikanmu terlambat memanggilku, saat malam hampir beranjak pergi tergantikan pagi, meski aku kecewa namun aku tak sakit hati padamu, karena kau tetap sahabatku.”
Bintangpun akhirnya tetap pergi. Membawa sekeping hati, untuk tetap menghiasi gelap malam hari, dan menjadi petunjuk arah bagi para nelayan yang mengarungi samudra khidupan. Aku sendiri menjalani malam-malamku. Terasa gelap, mencekam dan menakutkan. Dan ternayata meski tanpa adanya dirimu, aku tetap bisa bersedih, aku tetap bisa meneteskan airmata. Aku mengira hanya karena ada bersamamu sedih ini akan menjelma. Hanya saat denganmu galau ini tercipta.
Bersamamu aku pernah merasa hilang, dan kini tanpamu aku masih belum bisa menemukan diriku yang hilang. Tapi aku terus mencoba berjalan menyusuri jejak yang pernah terlewati, akan aku temukan diriku yang hilang. Kembali menjadi aku yang seperti pertama kali kau mengenalku. Dan aku takkan lagi hilang. Aku tetap berada, menuysuri tepian lorong jiwa yang sempat dihempas oleh badai dan gelombang. Hempasan itu yang membuatku terbangun dari tidur, terjaga dari mimpi panjang, tersadar dari lamunan tak berkesudahan. Bintang telah mengajariku banyak hal. Bintang mengajarkan bahwa malam tak selamanya gelap, karena pagi akan segera menyapa untuk menyinari. Hembusan bayu, tetes airmata yang mengalir membasahi keringnya jiwa, lantunan pengharapan dan doapun merupakan hiasan malam yang tak kalah indahnya. Ada kedamaian saat hening, ada keindahan dalam kesendirian. Karena Dia senantiasa hadir, Dia selalu menunggu. Dan kepada-Nya diri ini menuju. Dialah Allah yang takkan pernah meninggalkan diri ini, selalu hadir dan bahkan lebih dekat dari urat nadi. Terimakasih ya Rabb, Engkau telah berkenan mempertemukan aku dengan sahabat yang baik hati. Lebih dari sekedar sahabat, dia adalah guru bagi sekolah kehidupan ini...yang jauh dan dekatnya, datang maupun perginya dapat mendekatkan diri ini kepada-MU...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar